FSC Korea Selatan Rilis Pedoman Klasifikasi NFT sebagai Kripto



Menjelang diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Pengguna Aset Virtual, Komisi Jasa Keuangan (FSC) Korea Selatan mulai berbenah melakukan klasifikasi aset virtual. Untuk itu, regulator jasa keuangan Korea telah merilis pedoman khusus yang bakal menentukan non-fungible token (NFT) sebagai aset kripto.

Hal tersebut sengaja dilakukan untuk menjamin kepastian hukum bagi para investor yang berinvestasi di ruang virtual. Laporan dari Yonhap News Agency (YNA) menjelaskan, khusus untuk NFT yang diterbitkan dalam jumlah besar atau memiliki potensi besar dan bisa ditukar dengan aset virtual lainnya, berpotensi untuk diklasifikasikan sebagai mata uang virtual.

Artinya, segala bentuk kejahatan yang nantinya melibatkan NFT juga akan mendapatkan ganjaran yang sama dengan pelaku kejahatan kripto.

“Jika bentuk NFT merupakan aset virtual, maka Undang-Undang Perlindungan Pengguna Aset Virtual berlaku,” jelas laporan tersebut.

Dalam praktiknya nanti, setiap NFT yang akan diperdagangkan akan dievaluasi terlebih dahulu oleh regulator untuk ditentukan kriterianya. Dalam pedoman dijelaskan, jika NFT kehilangan keunikannya dan fungsi “yang tidak bisa dipertukarkan” hilang, maka aset digital tersebut kemungkinan besar akan dianggap sebagai aset virtual.

Hal itu dipercaya akan membuat pergerakan aktivitas industri kripto makin bertambah ketat. Sebab, penerbit dan distributor NFT di Negeri Ginseng itu juga harus tunduk pada aturan aset virtual di wilayah setempat.

Sempat Bahas NFT dengan SEC AS

Sebelum akhirnya menyusun pedoman tersebut, FSC sempat menggali informasi terkait NFT dan ETF Bitcoin spot dengan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) Amerika Serikat (AS). Dalam pertemuan tersebut, FSC berupaya mendapatkan informasi terkait pengklasifikasian NFT sebagai aset virtual dan landasan hukumnya.

Kepala Divisi Perencanaan Inovasi Keuangan Komisi Jasa Keuangan Korea Selatan, Jeon Yo-seop, mencontohkan bahwa jika terdapat rencana penerbitan 1 juta NFT, maka kemungkinan aset digital itu akan diklasifikasikan sebagai kripto, karena potensi untuk digunakan sebagai instrumen pembayaran semakin besar.

Sementara khusus untuk NFT yang digunakan sebagai tiket acara ataupun untuk bukti transaksi tertentu, tidak akan dianggap sebagai instrumen keuangan dan secara otomatis berada di luar aturan perlindungan pengguna aset virtual.

Sebagai informasi, Undang-Undang Perlindungan Pengguna sudah disahkan sejak 19 Juli tahun lalu. Namun, implementasinya baru bisa ditegakkan satu tahun setelahnya. Aturan tersebut juga menyoroti larangan praktik perdagangan tidak adil di pasar aset virtual dan memberikan wewenang penuh kepada otoritas untuk mengawasi dan memberikan sanksi.

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *