Jakarta (ANTARA) – Produsen mobil listrik asal Tiongkok BYD, menyebut bahwa tarif tinggi yang dikenakan pada mobil listrik China di Amerika Serikat (AS) dan Eropa hanya bersifat sementara.
General Manager divisi BYD Asia-Pasifik Liu Xueliang mengatakan bahwa tarif impor yang semakin tinggi dikenakan pada kendaraan listrik China adalah sebuah “tren” dan meskipun memiliki pengaruh, hal ini tidak akan bertahan lama, lapor Drive, Sabtu (2/11).
“Ini sangat sensitif,” katanya saat peluncuran mobil plug-in hybrid BYD Shark 6.
“Untuk menaikkan tarif, itu hanya bersifat sementara.” Xueliang menambahkan.
Baca juga: Publik China cintai mobil lokal, produsen Jerman ketar-ketir
Baca juga: Eropa menentang EV China dan pungut suara untuk beri tarif tinggi
Bulan lalu, mayoritas negara-negara Eropa memilih untuk mengenakan tarif tinggi pada kendaraan listrik yang diimpor dari China, dengan tarif naik dari semula 10 persen menjadi 45 persen untuk lima tahun ke depan.
Dari 27 negara anggota Uni Eropa, sepuluh negara, termasuk Perancis, Polandia, dan Italia, mendukung tarif ini, sementara Jerman dan beberapa negara lainnya menolak, dan dua belas negara abstain.
Sementara itu, AS melipatgandakan tarifnya untuk kendaraan listrik buatan China mulai Mei tahun ini dari 25 persen menjadi 100 persen, dalam sebuah langkah yang diklaim sebagai tanggapan atas “praktik perdagangan yang tidak adil” dan ekspor yang “terlalu murah”.
Sebagai pembalasan, China sedang mempelajari kemungkinan untuk membalas dengan menaikkan tarifnya sendiri untuk mobil-mobil besar berbahan bakar bensin.
Menanggapi kebijakan ini, pemerintah China meminta produsen mobilnya, seperti BYD, SAIC, dan Geely, untuk menangguhkan investasi besar di negara-negara yang mendukung tarif tersebut.
Instruksi yang datang dari Kementerian Perdagangan China tersebut menyarankan agar investasi di negara yang abstain dilakukan dengan hati-hati, dan mendorong investasi di negara-negara yang menolak tarif.
Langkah ini mencerminkan keinginan China untuk memanfaatkan posisi ini dalam negosiasi dengan Uni Eropa, dengan harapan menemukan solusi yang dapat menjaga ekspor mobil listrik ke pasar Eropa yang krusial.
Pasalnya, pada 2023, lebih dari 40 persen kendaraan listrik yang dikirim dari China ditujukan untuk Eropa, dan penurunan ekspor dapat memperburuk kelebihan kapasitas yang dihadapi produsen mobil di China.
Baca juga: Eropa tetapkan tarif pajak tinggi untuk mobil listrik asal China
Baca juga: Produsen mobil SEAT tolak tarif UE terhadap kendaraan listrik China
Baca juga: Xpeng cari lokasi pabrik di Eropa di tengah kebijakan tarif mobil
Pewarta: Pamela Sakina
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024