Hukum  

MK minta PSU di Gorontalo karena keterwakilan perempuan tak terpenuhi



“Menyatakan hasil perolehan suara partai politik dan calon anggota DPRD Provinsi Gorontalo sepanjang Dapil Gorontalo 6 harus dilakukan pemungutan suara ulang,”

Jakarta (ANTARA) – Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Dapil Gorontalo 6 untuk pengisian anggota DPRD Provinsi Gorontalo karena ada partai politik yang tidak memenuhi syarat keterwakilan calon perempuan paling sedikit 30 persen.

“Menyatakan hasil perolehan suara partai politik dan calon anggota DPRD Provinsi Gorontalo sepanjang Dapil Gorontalo 6 harus dilakukan pemungutan suara ulang,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam sidang pleno di Gedung I MK, Jakarta, Kamis.

MK memerintahkan KPU untuk melakukan PSU di seluruh TPS di Dapil Gorontalo 6 dalam waktu 45 hari sejak putusan dibacakan. Sebelum PSU, partai politik yang belum memenuhi kuota 30 persen diminta untuk memperbaiki daftar calonnya.

Dalam hal partai politik tidak mampu memenuhi syarat minimal tersebut, MK menyatakan bahwa KPU Provinsi Gorontalo mesti mencoret kepesertaan partai politik tersebut dalam pemilihan calon anggota DPRD provinsi setempat.

Perintah itu merupakan amar putusan MK atas perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024 yang diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Perkara itu teregistrasi dengan nomor 125-01-08-29/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024.

Dalam permohonannya, PKS menyebut ada empat partai politik di Dapil Gorontalo 6 yang tidak memenuhi syarat keterwakilan perempuan, yakni Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerindra, Partai NasDem, dan Partai Demokrat. Menurut PKS, keterwakilan perempuan keempat partai itu hanya 27,27 persen.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan bahwa kuota 30 persen harus dipahami sebagai bentuk menyeimbangkan antara keterwakilan perempuan dan laki-laki untuk menjadi legislator, agar membuka peluang dan kesempatan kepada perempuan berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan negara.

MK menegaskan, syarat keterwakilan perempuan dalam daftar bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota merupakan hal yang harus diperjuangkan, sebagai salah satu amanat konstitusi mencapai kesetaraan dalam pembangunan bangsa.

“Dengan bertambahnya jumlah anggota legislatif perempuan, diharapkan mampu mewakili kepentingan kaum perempuan yang tidak selalu bisa diwakili oleh anggota legislatif laki-laki,” kata Wakil Ketua MK Saldi Isra membacakan pertimbangan hukum.

Di samping itu, MK juga menyoroti penerapan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 24 P/HUM/2023 perihal cara penghitungan keterwakilan perempuan, yakni dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka dilakukan pembulatan ke atas.

Namun, menurut MK, KPU secara sengaja mengabaikan putusan MA, sehingga menyebabkan tidak terpenuhinya ketentuan keterwakilan perempuan dalam daftar calon tetap (DCT) DPRD Provinsi Gorontalo pada Dapil Gorontalo 6.

“Termohon sebagai institusi negara seharusnya memahami dan mematuhi putusan pengadilan, in casu Putusan Mahkamah Agung Nomor 24 P/HUM/2023, yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Saldi.

Dijelaskan Saldi, KPU tidak mengubah Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 dengan mengabaikan putusan MA, sehingga menyebabkan beberapa jajaran KPU di tingkat bawah tetap menetapkan DCT anggota DPRD sekalipun terdapat partai yang tidak memenuhi kuota keterwakilan perempuan.

“Oleh karena itu, Mahkamah harus menyatakan Keputusan KPU Provinsi Gorontalo Nomor 83 Tahun 2023 tentang DCT DPRD Provinsi Gorontalo dalam Pemilu 2024 menjadi tidak dapat diberlakukan dan harus dinyatakan tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang menyangkut DCT Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Dapil Gorontalo 6,” ucap Saldi.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *