Kenali “microsleep” saat mengemudi dan cara menyiasatinya


Jakarta (ANTARA) – Microsleep, atau periode tidur singkat yang terjadi secara tiba-tiba dan tanpa disadari adalah ancaman serius bagi pengemudi, terutama saat berkendara jarak jauh.

 Instruktur Keselamatan Berkendara, Sony Harisno menyampaikan beberapa kiat yang dapat dilakukan untuk menyiasati hal tersebut.

Microsleep terjadi biasanya saat mengemudi jarak jauh, dan umumnya, orang bisa jadi mengalami hal itu saat telah mengemudi di jam kelima sampai di jam ke-10, diantara jam itu,” kata dia kepada ANTARA, Senin.

 

Menurut artikel yang ditayangkan laman Kementerian Kesehatan, microsleep merupakan suatu kejadian hilangnya kesadaran atau perhatian seseorang karena merasa lelah atau mengantuk, pada umumnya kejadian microsleep berlangsung sekitar sepersekian detik hingga 10 detik penuh.

Baca juga: Langkah menepi ke bahu jalan yang benar untuk kurangi risiko celaka

Baca juga: Hutama Karya: Operasi Microsleep mampu tekan angka kecelakaan di tol

Namun, durasi microsleep dapat bertambah lama jika seseorang benar-benar memasuki waktu tidur.

Microsleep bisa terjadi dalam beberapa episode yang berdekatan, saat seseorang mencoba dan gagal untuk tetap terjaga. Seringkali dalam microsleep, otak membalik dengan cepat antara tertidur dan terjaga.

“Ketika microsleep tubuh tetap bangun sementara otak kita tidur,” jelasnya.

Untuk menghindari microsleep, tentu pengemudi harus beristirahat secara teratur sebelumnya. Namun terkadang, dalam perjalanan jauh atau panjang pengemudi diharuskan untuk tetap bugar dan terjaga.

“Disarankan untuk berhenti setiap tiga jam, memberi waktu tubuh untuk pulih, jika terpaksa melanjutkan perjalanan, cari tempat istirahat yang aman, misal rest area, selama 15 hingga 30 menit dapat membantu,” ujar Sony.

Namun, perlu diingat bahwa setiap orang memiliki ketahanan tubuh yang berbeda, baik karena faktor umur maupun lainnya.

Sony mengingatkan, apabila pengemudi merasa tidak mampu berkendara selama tiga jam, lebih baik hindari memaksakan diri.

“Memang dianjurkannya berhenti mengemudi setiap tiga jam, namun jika hanya mampu berkendara satu setengah hingga dua jam, itu sudah cukup.” jelasnya.

Mengandalkan stimulasi seperti merokok, membuka kaca, atau minum kopi, menurut Sony, tidak akan efektif dalam menghilangkan microsleep. Sebab, stimulan tersebut hanya memberikan sensasi segar sesaat.

Salah satu cara lain untuk tetap fokus saat berkendara adalah dengan melakukan commentary driving, yakni kegiatan berbicara sendiri sambil menyebutkan potensi-potensi bahaya selama di perjalanan.

“Dengan berbicara, rahang kita bergerak, yang membantu memompa oksigen dan darah ke otak, sehingga membantu menjaga fokus, salah satu penyebab kantuk adalah kurangnya oksigen dan darah ke otak,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sony mengatakan bahwa masih banyak pengemudi yang mencoba meningkatkan adrenalin dengan menginjak gas lebih dalam, berharap dapat mengatasi rasa kantuk. Namun, ini justru berisiko, karena meski adrenalin meningkat, rasa kantuk tetap ada.

“Banyak sekali pengemudi yang menyiasati dengan ‘gaspol’, harapannya adalah adrenalin dia naik sehingga ‘melek’ nah ini bahayanya kalau sudah di ‘gaspol’, adrenalin naik itu hanya sesaat, namun ngantuk dan letihnya masih ada,” ujarnya.

Sebelumnya, sebuah truk ekspedisi menabrak dari belakang sebuah mobil yang ditumpangi kru stasiun televisi TV One yang tengah berhenti pada bahu jalan di Tol Pemalang-Batang, Jawa Tengah pada Kamis (31/10) dini hari.

Polisi mengungkapkan sopir truk tersebut diduga mengalami microsleep. Akibatnya, tiga kru TV One dilaporkan meninggal dunia di lokasi kejadian, sementara dua lainnya selamat meskipun mengalami luka.

Baca juga: Kiat maksimalkan konsentrasi mengemudi ala Garda oto

Baca juga: Tips menangani situasi darurat saat berkendara bagi wanita

Baca juga: Penyebab ban berdecit, dari kurang angin hingga mengemudi yang buruk

 

Pewarta:
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *