CEO Agora Perkenalkan Konsep Stablecoin 3.0



Nick Van Eck, putra dari veteran manajer investasi Jan Van Eck, memperkenalkan konsep terbaru dalam ranah stablecoin yang dikenal sebagai Stablecoin 3.0.

Dalam penjelasannya pada hari Senin (27/5), dia menyoroti perbedaan antara yield-bearing stablecoin dengan konsep stablecoin. Stablecoin sendiri telah menjadi pasar yang signifikan, dengan nilai mencapai US$150 miliar dan menyelesaikan transaksi senilai US$10 triliun setiap tahunnya.

Menurut Van Eck, market stablecoin akan tumbuh menjadi US$3 triliun pada tahun 2030. Namun, yield-bearing stablecoin tidak termasuk dalam market ini.

Dia meyakini bahwa dolar digital akan memainkan peran penting dalam ekosistem keuangan masa depan, dengan perkiraan bahwa semua mata uang akan mengalami proses digitalisasi, dan perdagangan valuta asing sebagian besar akan dilakukan secara on-chain.

Ketika dolar on-chain berkembang biak, para bisnis akan meminta stablecoin dan akan berupaya bermitra dengan para penerbit stablecoin yang memiliki struktur ekonomi atau insentif yang sesuai dengan kepentingan bisnis mereka.

Evolusi Model Stablecoin

Berikut ini evolusi model stablecoin menurut Nick Van Eck, yang merupakan co-founder dan CEO Agora penerbit stablecoin AUSD.

Stablecoin 1.0

Pada awal dan pertengahan tahun 2010, Bitcoin adalah cryptocurrency utama dan penyimpan nilai terhadap beragam pasangan mata uang yang mudah berubah di centralized crypto exchange (CEX).

Tim Bitfinex dan Tether adalah tim pertama yang menghidupkan konsep dolar digital terpusat. Dalam tahap ini, ada token alternatif yang didukung dolar, yang memfasilitasi perdagangan dan keluar dari aset berisiko secara on-chain.

Stablecoin Tether USD (USDT) dianggap sebagai penggerak pertama dan merupakan Stablecoin 1.0.

Stablecoin 2.0

Menyusul pertumbuhan Tether, beberapa pendatang baru memasuki market ini, termasuk USD Coin (USDC) yang diterbitkan Circle hingga BUSD yang diterbitkan Paxos dalam kemitraan dengan Binance.

Perusahaan-perusahaan ini membangun model Tether dengan memperkenalkan transparansi yang lebih besar seputar cadangan yang mendukung stablecoin mereka, bermitra dengan institusi perbankan di Amerika Serikat (AS), dan secara umum berupaya mendapatkan lisensi dari regulator.

Namun yang paling penting, mereka semua tetap mempertahankan model mitra tunggal USDT untuk mendorong distribusi stablecoin.

Tantangan Utama Model Stablecoin 1.0 dan Stablecoin 2.0

Nick Van Eck menyoroti apa saja tantangan utama model Stablecoin 1.0 dan Stablecoin 2.0. Tantangannya meliputi konflik kepentingan dalam model kemitraan tunggal, ketika stablecoin yang didistribusikan oleh perusahaan seperti Coinbase dan Binance memberikan keuntungan besar kepada pesaing utama dalam ekosistem pembayaran digital.

Selain itu, kenaikan suku bunga telah meningkatkan margin keuntungan penerbit seperti Tether dan Circle, menarik perhatian lebih, serta menyebabkan model kompetitif yang berfokus pada mencari keuntungan.

Lantas, dia menilai yield-bearing stablecoin tidak dianggap sebagai uang atau stablecoin karena kurangnya utilitas, likuiditas, dan fungsi sebagai alat transaksi. Nick Van Eck menilai yield-bearing stablecoin sebagai pelengkap dan bukan solusi untuk masalah utilitas dan likuiditas.

Model Stablecoin 3.0 Hadir sebagai Solusi?

Dalam fase ini, Nick Van Eck menyebut AUSD yang mereka kembangkan dan akan hadir di mainnet Ethereum pada bulan Juni mendatang sebagai iterasi stablecoin berikutnya.

Dia menyoroti peran penting berbagai bisnis di dunia kripto yang mendorong utilitas organik dan likuiditas ke stablecoin.

“Merekalah yang membangun berbagai aplikasi, memungkinkan perdagangan, dan memfasilitasi penggunaannya sebagai jaminan atau pembayaran. Merekalah yang memiliki jutaan pengguna, dan mereka harus diberi kompensasi atas layanan yang mereka berikan pada jaringan stablecoin,” kata Nick Van Eck.

Dia menyebut model AUSD dirancang untuk menjadi stablecoin terbaik bagi para bisnis kripto.

“Kami memberikan kompensasi kepada bisnis berdasarkan layanan yang mereka berikan, meliputi me-listing token kami, menyediakan likuiditas, pemasaran, dan menerima AUSD sebagai pembayaran atau jaminan di platform mereka,” kata CEO Agora itu.

Adapun pihak Agora berjanji membagikan pendapatan dengan mitra bisnis sehingga memberikan arus kas yang berarti dan konsisten untuk bisnis mereka. Sisa dana kemudian digunakan untuk menjalankan program likuiditas, memastikan kepatuhan, memberikan keamanan, dan menjalankan bisnis.

“Bayangkan sebuah dunia ketika beberapa aplikasi kripto mengambil sebagian kecil pendapatan dari Agora dan menggunakan mayoritasnya untuk memberi manfaat bagi pengguna. Hal ini menciptakan situasi win-win saat para bisnis berkembang dan para pengguna menikmati layanan yang ditingkatkan dan pengalaman pengguna yang lebih baik,” ungkap Nick Van Eck.

Dengan model ini, dia menilai mayoritas dana sekitar US$8 miliar yang disedot dari industri kripto menjadi keuntungan bagi penerbit stablecoin seperti Tether dan Circle pada tahun 2023 dapat dikembalikan ke para bisnis di seluruh ekosistem kripto.

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto.

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *